Senin, 04 Januari 2010

Aklimatisasi Planlet Anggrek


AKLIMATISASI PLANLET ANGGREK

Disusun oleh : Dian Juliatri
Nim : J3G208087

PENDAHULUAN


1.       Latar Belakang

Suatu tahapan yang sangat penting dalam teknik kultur jaringan adalah aklimatisasi planlet yang ditanam secara in vitro kedalam rumah kaca atau langsung ke lapang[1]. Aklimatisasi merupakan kegiatan akhir teknik kultur jaringan. Aklimatisasi adalah proses pemindahan planlet dari lingkungan yang terkontrol (aseptik dan heterotrof) ke kondisi lingkungan tak terkendali, baik suhu, cahaya, dan kelembaban, serta tanaman harus dapat hidup dalam kondisi autotrof, sehingga jika tanaman (planlet) tidak diaklimatisasi terlebih dahulu tanaman (planlet) tersebut tidak akan dapat bertahan dikondisi lapang. Aklimatisasi dilakukan untuk mengadaptasikan tanaman hasil kultur jaringan terhadap lingkungan baru sebelum ditanam dan dijadikan tanaman induk untuk produksi dan untuk mengetahui kemampuan adaptasi tanaman dalam lingkungan tumbuh yang kurang aseptik. Wetherell (1982) menuliskan aklimatisasi bertujuan untuk mengadaptasikan tanaman hasil kultur terhadap lingkungan baru sebelum kemudian ditanam di lahan yang sesungguhnya. Torres (1989) menuliskan aklimatisasi adalah suatu proses dimana suatu tanaman beradaptasi dengan perubahan lingkungan.

Pada tahap ini (aklimatisasi) diperlukan ketelitian karena tahap ini merupakan tahap kritis dan seringkali menyebabkan kematian planlet. Kondisi mikro planlet ketika dalam botol kultur adalah dengan kelembaban 90-100 %. Beberapa sumber menuliskan penjelasan yang berkaitan dengan hal tersebut. Bibit yang ditumbuhkan secara in vitro mempunyai kutikula yang tipis dan jaringan pembuluh yang belum sempurna[2]. Kutikula yang tipis menyebabkan tanaman lebih cepat kehilangan air dibanding dengan tanaman yang normal dan ini menyebabkan tanaman tersebut sangat lemah daya bertahannya[3]. Walaupun potensialnya lebih tinggi, tanaman akan tetap menjadi layu karena kehilangan air yang tidak terbatas[4]. Kondisi tersebut menyebabkan tanaman tidak dapat langsung ditanam dirumah kaca[5].

Mengacu pada penjelasan tersebut di atas maka planlet terlebih dahulu harus ditanam didalam lingkungan yang memadai untuk pertumbuhannya kemudian secara perlahan “dilatih” untuk terus dapat beradaptasi dengan lingkungan sebenarnya di lapang. Lingkungan yang tersebut secara umum dapat diperoleh dengan cara memindahkan planlet kedalam plastik atau boks kecil yang terang dengan terus menurunkan kelembaban udaranya. Planlet-planlet tersebut kemudian diaklimatisasi secara bertahap mengurangi kelembaban relatif lingkungannya, yaitu dengan cara membuka penutup wadah plastik atau boks secara bertahap pula[6].

Selain itu, tanaman juga memerlukan akar untuk menyerap hara agar dapat tumbuh dengan baik sehingga dalam tahap aklimatisasi ini diperlukan suatu media yang dapat mempermudah pertumbuhan akar dan dapat menyediakan hara yang cukup bagi tanaman (planlet) yang diaklimatisasi tersebut. Menurut sutiyoso (1986) media yang remah akan memudahkan pertumbuhan akar dan melancarkan aliran air, mudah mengikat air dan hara, tidak mengandung toksin atau racun, kandungan unsur haranya tinggi, tahan lapuk dalam waktu yang cukup lama. Media aklimatisasi bibit kultur jaringan anggrek di Indonesia saat ini adalah media arang sekam atau media campuran arang sekam dan pupuk kandang[7]. Arang sekam merupakan salah satu media hidroponik yang baik karena memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut; mampu menahan air dalam waktu yang relatif lama, termasuk media organik sehingga ramah lingkungan, lebih steril dari bakteri dan jamur karena telah dibakar terlebih dahulu, dan hemat karena bisa digunakan hingga beberapa kali.

2.       Tujuan

Tujuan dari percobaan ini adalah:
1. Memberikan pengalaman kepada praktikan tentang tata cara aklimatisasi planlet hasil kultur jaringan.
2.   Mengadaptasikan tanaman hasil kultur jaringan terhadap lingkungan baru sebelum ditanam di lapang dan untuk mengetahui kemampuan adaptasi tanaman dalam lingkungan tumbuh yang kurang aseptik.

TINJAUAN PUSTAKA

                Bibit anggrek yang dikembangkan menggunakan metode kultur jaringan telah banyak diproduksi dan dipasarkan dalam kemasan botol. Pemeliharaan bibit ini menjadi tanaman dewasa masih menemukan banyak permasalahan terutama pada fase aklimatisasi, yaitu pemindahan bibit dari lingkungan aseptik dalam botol ke lingkungan non aseptik.  Disamping kemungkinan tanaman sangat sensitif terhadap serangan hama dan penyakit, tanaman ini masih memiliki aktifitas autotrofik yang masih rendah, sulit mensintesa senyawa organik dari unsur hara anorganik. Tulisan ini menguraikan beberapa masalah fisiologis yang perlu mendapat perhatian dalam usaha meningkatkan baik aktivitas autotrofik maupun viabilitas bibit anggrek botol.

       a.            Morfologi Tanaman

Keluarga besar anggrek (Orchidaceae) terdiri atas sekitar 800 genus (marga). Berdasarkan tipe pertumbuhannya, keluarga anggrek bisa dibagi dalam dua kelompok, yakni anggrek monopodial dan sympodial. Anggrek monopodial, meliputi genus Aerides, Arachnis, Phaleonopsis, Renanthera, Vanda, dan lain- lain. Kelompok anggrek sympodial mencakup genus Cattleya, Coelogyne, Dendrobium, Grammatophyllum, Oncidium, dan lain- lain. Sementara famili anggrek memiliki anggota lebih dari 25.000 spesies (anggrek alam). Jumlah itu akan teerus bertambah dengann ditemukannya jenis- jenis baru. Belum lagi ada sekitar 100.000 anggrek hibrida (hasil silangan) dan kultivar, yang akan terus bertambah jumlahnya seiring munculnya hibrida baru.
                Klasifikasi ilmiah :
Kingdom : Plantae
Divisi      : Magnoliophyta
Kelas      : Liliopsida
Ordo       : Asparagales
Famili     : Orchidaceae
Genus     : lebih dari 800 genus
Spesies : sekitar 25.000 spesies     

       b.            Syarat Tumbuh anggrek

Daerah penyebaran tanaman anggrek meliputi kawasan tropis hingga kutub, pada ketinggian nol meter diatas permukaan laut (dpl) hingga lebih dari 4.000 m dpl (daerah pegunungan). Varietas paling banyak hidup di daerah panas (tropis). Mayoritas anggrek tumbuh di kawasan tropis, dan sebagian besar lagi di subtropis.
Pada umumnya tanaman anggrek bisa tumbuh di tanah (humus hutan, sampah, tanah rawa, pasir). Sebagian lagi tumbuh menempel di pepohonan, batu, cadas, dan akar tumbuhan lain. Untuk intensitas dan lama penyinaran matahari, ada anggrek yang menghendaki sinar kuat (100% ), setengah teduh (50% sampai dibawah 100%), atau teduh (dibawah 50%). Anggrek membutuhkan udara lembab, kelembaban relatif (RH) dinyatakan dalam ukuran (%). Kelembaban relatif yang diinginkan anggrek, berkisar antara 60-80%, tergantung jenisnya.

BAHAN DAN METODE

Praktikum ini dilaksanakan di green house kampus Cilibende, pada tanggal 14 September 2009 (0 MST). Setelah itu pada minggu-minggu berikutnya sampai tanggal 12 Oktober 2009 (4 MST) dilakukan pengamatan terhadap hidup dan matinya pada tanaman anggrek, sebanyak 12 ulangan dengan jumlah planlet awal untuk setiap ulangan yaitu 1 planlet.
Alat dan bahan
Alat :
1.       Pinset, Tray, Kapas,  Hand sprayer
Bahan :
  1. 1.       Air
  2. 2.       Pupuk daun (hyponex)
  3. 3.       6 plantet tanaman anggrek hasil kultur jaringan

Prosedur kerja kerja Aklimatisasi tanaman anggrek
  1. 1.       Keluarkan planlet dari botol dengan menggunakan pinset, jangan sampai tanaman terluka atau akarnya terpotong.
  2. 2.       Cuci bersih dengan air, cuci dengan perlahan dan hati- hati. Bilas berulang kali dan pastikan tidak tidak ada sisa media agar yang menempel di akar.
  3. 3.       Basahi kapas dengan air lalu masukkan kedalam tray. Letakkan tanaman anggrek di atas kapas basah dengan hati- hati, tutupi akar anggrek dengan kapas basah.
  4. 4.       Letakkan tray di green house dan kondisikan agar media selalu dalam keadaan basah dan lembab. Semprot tanaman anggrek dengan pupuk daun (hyponex) setiap 2 hari sekali.

Keterangan :
Komposisi pada hyponex :
a.       Total (N)                                   10%
2.4 %  Nitrate Nitrogen          
6.6 % Ammoniacal Nitrogen
1.0 % other water soluble Nitrogen
0,0 % water insoluble Nitrogen
b.       Available phosphoric Acid                        40 %
0.0    %  Insoluble Phosphoric Acid
c.        Soluble Potash                 15 %



HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil :
Data pengamatan plantet hasil aklimatisasi kelas B :

ulangan
19 Oktober 2009
16 November 2009

Jml tanaman
Hidup
mati
Jml. Tanaman
hidup
Mati
1
6
-
6
6
-
6
2
12
4
8
12
-
12
3
6
-
6
6
-
6
4
6
1
5
6
-
6
5
18
-
18
18
-
18
6
19
1
18
19
-
19
7
19
1
18
19
-
19
8
21
3
18
21
-
21

Keterangan : pada tabel dapat di lihat bahwa pada tanggal 16 November 2009 semua tanaman anggrek hasil kultur jaringan dari setiap ulangan sudah tidak ada lagi pertumbuhan (mati), hanya beberapa kelompok yang pada tanggal 19 Oktober 2009, tanaman anggrek hasil aklimatisasinya bisa bertahan.


PEMBAHASAN

Penyesuaian terhadap iklim pada lingkungan baru yang dikenal dengan aklimatisasi merupakan masalah penting apabila membudidayakan tanaman menggunakan bibit yang diperbanyak dengan teknik kultur jaringan.  Masalah ini dapat terjadi karena beberapa faktor :
1.       Pada habitatnya yang alami, anggrek epifit biasanya tumbuh pada pohon atau ranting. Oleh karena itu, pemindahan tanaman dari botol ke media dalam pot sebenarnya telah menempatkan tanaman pada lingkungan yang tidak sesuai dengan habitatnya.
2.       Tumbuhan yang dikembangkan menggunakan teknik kultur jaringan memiliki kondisi lingkungan yang aseptik dan senyawa organik yang digunakan tanaman sebagian besar didapat secara eksogenous.  Oleh karena itu, apabila dipindahkan kedalam pot, maka tanaman dipaksa untuk dapat membuat sendiri bahan organik secara endogenous.
Perbedaan faktor lingkungan antara habitat asli dan habitat pot atau antara habitat kultur jaringan dengan habitat pot memerlukan penyesuaian agar faktor lingkungan tidak melewati batas kritis bagi tanaman.  Faktor lingkungan yang diperlukan oleh anggrek Phalaenopsis menurut Deptan[8] adalah:
1.       Temperatur 28 ± 2o C dengan temperatur minimum 15oC.
2.       Kelembaban nisbi (RH) berkisar antara 60-85%.
3.       Intensitas penyinaran adalah 30%.  Disamping ketiga faktor tersebut, faktor lingkungan lain yang juga cukup penting terutama bagi tanaman yang baru dipindahkan dari botol adalah sirkulasi udara yang baik[9].
Tumbuhan adalah organisme autotrofik, mensintesa sendiri senyawa organik yang diperlukan untuk tumbuh dari senyawa anorganik.  Untuk dapat melakukan kehidupan autotrofik ini, tumbuhan dilengkapi dengan sistem penyerapan unsur hara dan sistem biosintesis yang bertugas untuk mengubah senyawa anorganik yang diserap menjadi senyawa organik. Pada tumbuhan tinggi, sistem penyerapan unsur hara biasanya berupa suatu organ yang dikenal sebagai akar dan sistem pemanenan energy sinar matahari untuk mensintesa senyawa organik karbohidrat dikenal dengan daun.  Pada beberapa spesies, sistem ini mengalami adaptasi struktur yang disesuaikan dengan lingkungan hidupnya.

KESIMPULAN

Kesimpulan

kurangnya perawatan pada tanaman anggrek hasil kultur jaringan, menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak efektif, kurang nutrisi, dan air. Namun lingkungan yang ekstrim pada greenhouse juga menjadi salah satu penyebabnya.

 

DAFTAR PUSTAKA

Gunardi, Tom. Anggrek untuk pemula. Penerbit Angkasa, Bandung, 1985.


[1] Pospisilova et al, 1996
[2] Wetherell, 1982
[3] Torres, 1989
[4] Pospisilova et al, 1996
[5] Wetherelll, 1982
[6] Torres, 1989
[7] Marzuki, 1999; Sinaga, 2001
[8] http://www.deptan.go.id/ditlinhorti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar