AKLIMATISASI PLANLET ANGGREK
Disusun oleh : Dian Juliatri
Nim : J3G208087
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Suatu tahapan yang sangat penting dalam
teknik kultur jaringan adalah aklimatisasi planlet yang ditanam secara in vitro
kedalam rumah kaca atau langsung ke lapang[1].
Aklimatisasi merupakan kegiatan akhir teknik kultur jaringan. Aklimatisasi
adalah proses pemindahan planlet dari lingkungan yang terkontrol (aseptik dan
heterotrof) ke kondisi lingkungan tak terkendali, baik suhu, cahaya, dan
kelembaban, serta tanaman harus dapat hidup dalam kondisi autotrof, sehingga
jika tanaman (planlet) tidak diaklimatisasi terlebih dahulu tanaman (planlet)
tersebut tidak akan dapat bertahan dikondisi lapang. Aklimatisasi dilakukan
untuk mengadaptasikan tanaman hasil kultur jaringan terhadap lingkungan baru
sebelum ditanam dan dijadikan tanaman induk untuk produksi dan untuk mengetahui
kemampuan adaptasi tanaman dalam lingkungan tumbuh yang kurang aseptik.
Wetherell (1982) menuliskan aklimatisasi bertujuan untuk mengadaptasikan
tanaman hasil kultur terhadap lingkungan baru sebelum kemudian ditanam di lahan
yang sesungguhnya. Torres (1989) menuliskan aklimatisasi adalah suatu proses dimana
suatu tanaman beradaptasi dengan perubahan lingkungan.
Pada tahap ini (aklimatisasi) diperlukan
ketelitian karena tahap ini merupakan tahap kritis dan seringkali menyebabkan
kematian planlet. Kondisi mikro planlet ketika dalam botol kultur adalah dengan
kelembaban 90-100 %. Beberapa sumber menuliskan penjelasan yang berkaitan
dengan hal tersebut. Bibit yang ditumbuhkan secara in vitro mempunyai kutikula
yang tipis dan jaringan pembuluh yang belum sempurna[2].
Kutikula yang tipis menyebabkan tanaman lebih cepat kehilangan air dibanding
dengan tanaman yang normal dan ini menyebabkan tanaman tersebut sangat lemah
daya bertahannya[3].
Walaupun potensialnya lebih tinggi, tanaman akan tetap menjadi layu karena kehilangan
air yang tidak terbatas[4].
Kondisi tersebut menyebabkan tanaman tidak dapat langsung ditanam dirumah kaca[5].
Mengacu pada penjelasan tersebut di atas
maka planlet terlebih dahulu harus ditanam didalam lingkungan yang memadai
untuk pertumbuhannya kemudian secara perlahan “dilatih” untuk terus dapat
beradaptasi dengan lingkungan sebenarnya di lapang. Lingkungan yang tersebut
secara umum dapat diperoleh dengan cara memindahkan planlet kedalam plastik
atau boks kecil yang terang dengan terus menurunkan kelembaban udaranya.
Planlet-planlet tersebut kemudian diaklimatisasi secara bertahap mengurangi
kelembaban relatif lingkungannya, yaitu dengan cara membuka penutup wadah
plastik atau boks secara bertahap pula[6].
Selain itu, tanaman juga memerlukan akar
untuk menyerap hara agar dapat tumbuh dengan baik sehingga dalam tahap
aklimatisasi ini diperlukan suatu media yang dapat mempermudah pertumbuhan akar
dan dapat menyediakan hara yang cukup bagi tanaman (planlet) yang
diaklimatisasi tersebut. Menurut sutiyoso (1986) media yang remah akan
memudahkan pertumbuhan akar dan melancarkan aliran air, mudah mengikat air dan
hara, tidak mengandung toksin atau racun, kandungan unsur haranya tinggi, tahan
lapuk dalam waktu yang cukup lama. Media aklimatisasi bibit kultur jaringan anggrek
di Indonesia saat ini adalah media arang sekam atau media campuran arang sekam
dan pupuk kandang[7].
Arang sekam merupakan salah satu media hidroponik yang baik karena memiliki
beberapa keunggulan sebagai berikut; mampu menahan air dalam waktu yang relatif
lama, termasuk media organik sehingga ramah lingkungan, lebih steril dari
bakteri dan jamur karena telah dibakar terlebih dahulu, dan hemat karena bisa
digunakan hingga beberapa kali.
2. Tujuan
Tujuan
dari percobaan ini adalah:
1. Memberikan pengalaman kepada
praktikan tentang tata cara aklimatisasi planlet hasil kultur jaringan.
2. Mengadaptasikan tanaman hasil kultur jaringan
terhadap lingkungan baru sebelum ditanam di lapang dan untuk mengetahui
kemampuan adaptasi tanaman dalam lingkungan tumbuh yang kurang aseptik.
TINJAUAN PUSTAKA
Bibit
anggrek yang dikembangkan menggunakan metode kultur jaringan telah banyak diproduksi
dan dipasarkan dalam kemasan botol. Pemeliharaan bibit ini menjadi tanaman dewasa
masih menemukan banyak permasalahan terutama pada fase aklimatisasi, yaitu pemindahan
bibit dari lingkungan aseptik dalam botol ke lingkungan non aseptik. Disamping kemungkinan tanaman sangat sensitif
terhadap serangan hama dan penyakit, tanaman ini masih memiliki aktifitas
autotrofik yang masih rendah, sulit mensintesa senyawa organik dari unsur hara
anorganik. Tulisan ini menguraikan beberapa masalah fisiologis yang perlu
mendapat perhatian dalam usaha meningkatkan baik aktivitas autotrofik maupun
viabilitas bibit anggrek botol.
a.
Morfologi Tanaman
Keluarga besar anggrek (Orchidaceae)
terdiri atas sekitar 800 genus (marga). Berdasarkan tipe pertumbuhannya,
keluarga anggrek bisa dibagi dalam dua kelompok, yakni anggrek monopodial dan
sympodial. Anggrek monopodial, meliputi genus Aerides, Arachnis, Phaleonopsis,
Renanthera, Vanda, dan lain- lain. Kelompok anggrek sympodial mencakup genus
Cattleya, Coelogyne, Dendrobium, Grammatophyllum, Oncidium, dan lain- lain.
Sementara famili anggrek memiliki anggota lebih dari 25.000 spesies (anggrek
alam). Jumlah itu akan teerus bertambah dengann ditemukannya jenis- jenis baru.
Belum lagi ada sekitar 100.000 anggrek hibrida (hasil silangan) dan kultivar,
yang akan terus bertambah jumlahnya seiring munculnya hibrida baru.
Klasifikasi
ilmiah :
Kingdom :
Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Asparagales
Famili : Orchidaceae
Genus : lebih dari 800 genus
Spesies :
sekitar 25.000 spesies
b.
Syarat Tumbuh anggrek
Daerah penyebaran tanaman anggrek
meliputi kawasan tropis hingga kutub, pada ketinggian nol meter diatas
permukaan laut (dpl) hingga lebih dari 4.000 m dpl (daerah pegunungan).
Varietas paling banyak hidup di daerah panas (tropis). Mayoritas anggrek tumbuh
di kawasan tropis, dan sebagian besar lagi di subtropis.
Pada umumnya tanaman anggrek bisa tumbuh
di tanah (humus hutan, sampah, tanah rawa, pasir). Sebagian lagi tumbuh
menempel di pepohonan, batu, cadas, dan akar tumbuhan lain. Untuk intensitas
dan lama penyinaran matahari, ada anggrek yang menghendaki sinar kuat (100% ),
setengah teduh (50% sampai dibawah 100%), atau teduh (dibawah 50%). Anggrek
membutuhkan udara lembab, kelembaban relatif (RH) dinyatakan dalam ukuran (%).
Kelembaban relatif yang diinginkan anggrek, berkisar antara 60-80%, tergantung
jenisnya.
BAHAN DAN METODE
Praktikum ini
dilaksanakan di green house kampus Cilibende, pada tanggal 14 September 2009 (0
MST). Setelah itu pada minggu-minggu berikutnya sampai tanggal 12 Oktober 2009
(4 MST) dilakukan pengamatan terhadap hidup dan matinya pada tanaman anggrek,
sebanyak 12 ulangan dengan jumlah planlet awal untuk setiap ulangan yaitu 1
planlet.
Alat
dan bahan
Alat
:
1.
Pinset, Tray, Kapas, Hand
sprayer
Bahan
:
- 1. Air
- 2. Pupuk daun (hyponex)
- 3. 6 plantet tanaman anggrek hasil kultur jaringan
Prosedur
kerja kerja Aklimatisasi tanaman anggrek
- 1. Keluarkan planlet dari botol dengan menggunakan pinset, jangan sampai tanaman terluka atau akarnya terpotong.
- 2. Cuci bersih dengan air, cuci dengan perlahan dan hati- hati. Bilas berulang kali dan pastikan tidak tidak ada sisa media agar yang menempel di akar.
- 3. Basahi kapas dengan air lalu masukkan kedalam tray. Letakkan tanaman anggrek di atas kapas basah dengan hati- hati, tutupi akar anggrek dengan kapas basah.
- 4. Letakkan tray di green house dan kondisikan agar media selalu dalam keadaan basah dan lembab. Semprot tanaman anggrek dengan pupuk daun (hyponex) setiap 2 hari sekali.
Keterangan :
Komposisi pada hyponex :
a.
Total
(N) 10%
2.4 % Nitrate
Nitrogen
6.6 % Ammoniacal Nitrogen
1.0 % other water soluble Nitrogen
0,0 % water insoluble Nitrogen
b.
Available
phosphoric Acid
40
%
0.0
% Insoluble Phosphoric Acid
c.
Soluble
Potash
15
%
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
:
Data
pengamatan plantet hasil aklimatisasi kelas B :
ulangan
|
19 Oktober 2009
|
16 November 2009
|
||||
|
Jml tanaman
|
Hidup
|
mati
|
Jml. Tanaman
|
hidup
|
Mati
|
1
|
6
|
-
|
6
|
6
|
-
|
6
|
2
|
12
|
4
|
8
|
12
|
-
|
12
|
3
|
6
|
-
|
6
|
6
|
-
|
6
|
4
|
6
|
1
|
5
|
6
|
-
|
6
|
5
|
18
|
-
|
18
|
18
|
-
|
18
|
6
|
19
|
1
|
18
|
19
|
-
|
19
|
7
|
19
|
1
|
18
|
19
|
-
|
19
|
8
|
21
|
3
|
18
|
21
|
-
|
21
|
Keterangan : pada tabel dapat di lihat
bahwa pada tanggal 16 November 2009 semua tanaman anggrek hasil kultur jaringan
dari setiap ulangan sudah tidak ada lagi pertumbuhan (mati), hanya beberapa
kelompok yang pada tanggal 19 Oktober 2009, tanaman anggrek hasil
aklimatisasinya bisa bertahan.
PEMBAHASAN
Penyesuaian
terhadap iklim pada lingkungan baru yang dikenal dengan aklimatisasi merupakan
masalah penting apabila membudidayakan tanaman menggunakan bibit yang
diperbanyak dengan teknik kultur jaringan.
Masalah ini dapat terjadi karena beberapa faktor :
1.
Pada
habitatnya yang alami, anggrek epifit biasanya tumbuh pada pohon atau ranting.
Oleh karena itu, pemindahan tanaman dari botol ke media dalam pot sebenarnya
telah menempatkan tanaman pada lingkungan yang tidak sesuai dengan habitatnya.
2.
Tumbuhan
yang dikembangkan menggunakan teknik kultur jaringan memiliki kondisi
lingkungan yang aseptik dan senyawa organik yang digunakan tanaman sebagian
besar didapat secara eksogenous. Oleh
karena itu, apabila dipindahkan kedalam pot, maka tanaman dipaksa untuk dapat
membuat sendiri bahan organik secara endogenous.
Perbedaan faktor
lingkungan antara habitat asli dan habitat pot atau antara habitat kultur
jaringan dengan habitat pot memerlukan penyesuaian agar faktor lingkungan tidak
melewati batas kritis bagi tanaman.
Faktor lingkungan yang diperlukan oleh anggrek Phalaenopsis menurut
Deptan[8] adalah:
1.
Temperatur 28 ± 2o C dengan temperatur minimum 15oC.
2.
Kelembaban nisbi (RH) berkisar antara 60-85%.
3.
Intensitas penyinaran adalah 30%.
Disamping ketiga faktor tersebut, faktor lingkungan lain yang juga cukup
penting terutama bagi tanaman yang baru dipindahkan dari botol adalah sirkulasi
udara yang baik[9].
Tumbuhan adalah
organisme autotrofik, mensintesa sendiri senyawa organik yang diperlukan untuk
tumbuh dari senyawa anorganik. Untuk
dapat melakukan kehidupan autotrofik ini, tumbuhan dilengkapi dengan sistem
penyerapan unsur hara dan sistem biosintesis yang bertugas untuk mengubah
senyawa anorganik yang diserap menjadi senyawa organik. Pada tumbuhan tinggi,
sistem penyerapan unsur hara biasanya berupa suatu organ yang dikenal sebagai
akar dan sistem pemanenan energy sinar matahari untuk mensintesa senyawa
organik karbohidrat dikenal dengan daun.
Pada beberapa spesies, sistem ini mengalami adaptasi struktur yang
disesuaikan dengan lingkungan hidupnya.
KESIMPULAN
Kesimpulan
kurangnya
perawatan pada tanaman anggrek hasil kultur jaringan, menyebabkan pertumbuhan
tanaman tidak efektif, kurang nutrisi, dan air. Namun lingkungan yang ekstrim
pada greenhouse juga menjadi salah satu penyebabnya.
DAFTAR PUSTAKA
Gunardi,
Tom. Anggrek untuk pemula. Penerbit
Angkasa, Bandung, 1985.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar